40 HADITS TENTANG AKHLAK: Hadits ke-10

Hadits ke-10: Zuhud Terhadap Keduniaan

A.    Redaksi Hadits

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ: «كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ» وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ: «إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ»

Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “(Suatu saat) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meraih pundakku seraya bersabda, “Jadilah di dunia seolah-olah engkau orang asing atau penyeberang jalan.” Ibnu ‘Umar pernah berkata, “Jika sore hari janganlah engkau menanti pagi dan jika pagi hari janganlah engkau menanti sore. Manfaatkan sehatmu sebelum sakitmu, dan (manfaatkan) hidupmu sebelum matimu.’’ (HR. al-Bukhari)

B.     Takhrij Hadits

1.      Sunan Ibnu Majah, Bab Matsal ad-Dunya no. 4114

2.      Sunan at-Tirmidzi, Bab Ma Ja’a fi Qishar al-Amal no. 2333

3.      Musnad Ahmad, Bab ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu no. 4764, no. 5002, no. 6156

4.      Sunan Ibnu Hibban, Bab Dzikru al-Ikhbar ‘an al-Washfi alladzi Yajibu an Yakuna al-Mar’u fi hadzihi ad-Dunya al-Faniyah az-Za’ilah  no. 698

5.      Sunan al-Kubra li an-Nasa’i, Kitab ar-Raqaiq no. 11803

6.      Al-Mu’jam al-Kabir li ath-Thabrani, Bab Mujahid ‘an Ibn ‘Umar no. 13470, no. 13538

7.      Al-Mu’jam ash-Shaghir li Thabrani, Bab Man Ismuhu Ahmad no. 63

C.    Kandungan Hadits

            Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam memegang bahu ‘Abdullah bin ‘Umar agar ia memperhatikan apa yang beliau katakan. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Seakan-akan kamu orang asing, atau musafir.” Perbedaan antara keduanya; bahwa orang asing adalah yang bermukim di negeri yang bukan merupakan tanah airnya, sedangkan musafir adalah yang lewat suatu negeri, saat ia sedang melakukan perjalanan. Maksudnya, janganlah engkau menjadikan dunia sebagai tanah air untuk menetap, karena manusia terbagi dalam tiga kategori; penduduk, musafir, dan yang ketiga adalah orang yang bermukim akan tetapi ia orang asing. Sabda Nabi, “Jadilah di dunia seakan-akan kamu orang asing,” maksudnya mukim di bukan tanah airmu. “Atau musafir.” Yakni seperti musafir yang melewati suatu negeri lantas ia memenuhi kebutuhan darinya, kemudian pergi dan meninggalkannya, maka janganlah kamu menetap di dunia ini, karena dunia bukan negeri untuk menetap.

            Maka dari itu Ibnu ‘Umar terpengaruh oleh wasiat ini hingga ia mengatakan, “Jika berada di waktu petang maka jangan menunggu pagi, dan jika kamu berada di waktu pagi maka jangan menunggu waktu petang.” Yakni, bekerjalah dan jangan katakan, saya meninggalkan pekerjaan pagi untuk dikerjakan di waktu petang, atau pekerjaan petang untuk dikerjakan di waktu pagi. Tapi bekerjalah dan jangan menunggu, karena engkau tidak tahu apakah engkau masih dapat menjumpai pagi jika kamu di waktu petang, atau waktu petang jika kamu di waktu pagi. “Pergunakan dari sehatmu untuk sakitmu”, karena orang-orang tidak selalu dalam kondisi sehat. Kadang orang jatuh sakit lantas tidak mampu mengerjakan tugas-tugas keagamaannya yang dilakukannya pada kondisi sehatnya. “Maka pergunakan dari sehatmu untuk sakitmu, dan dari hidupmu untuk matimu.” Ketahuilah bahwa matimu jauh lebih lama dari hidupmu. Jika kamu hidup dengan usia misalnya 150 tahun, akan tetapi berapa banyak orang yang sudah mati sejak ribuan tahun silam. Maka pergunakan dari hidupmu untuk matimu. Ini adalah wasiat dari Ibnu ‘Umar, wasiat yang bermanfaat, wasiat yang mengajarkan kezuhudan di dunia. Ada kalangan yang meriwayatkan suatu hadits dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda,

اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأنَّك تَعِيشُ أبَدًا وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.”  

            Pertama, ini bukan hadits. Kedua, maknanya tidak sebaagaimana yang dikira oleh sebagian kalangan, karena makna perkataannya, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya” yakni jangan perhatikan, yang belum kamu kerjakan dari urusan-urusan dunia pada hari ini maka lakukanlah besok. Perkataannya, “Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok” yakni jangan tangguhkan pekerjaan akhirat seakan-akan kamu akan mati besok, maka kerjakan pada hari ini. Adapun terkait dunia, maka sikapilah dengan penangguhan hingga waktu kemudian.

            Tidak seperti yang dikira oleh sebagian kalangan bahwa maknanya; lakukan pekerjaan dunia dengan kemantapan, dan jangan memperhatikan amal akhirat, karena amal akhirat tidak kamu ketahui buahnya kecuali setelah mati. Akan tetapi makna ungkapan ini adalah; hendaknya orang tidak memperhatikan urusan-urusan dunia, karena yang tidak dilakukan hari ini masih dapat dilakukan besok, dan seakan-akan ia hidup selamanya. Adapun akhirat, perhatikanlah akhirat dan jangan menyia-nyiakannya, dan jangan tangguhkan amal hari ini sampai besok.

Komentar