40 HADITS TENTANG AKHLAK: Hadits ke-34

Hadits ke-34: Larangan Dengki

A.    Redaksi Hadits

عن أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ»

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda. “Janganlah kalian saling memarahi, janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Muttafaq ‘Alaih)

B.     Takhrij Hadits

1.      Sunan Abi Dawud, Bab Fiman Yahjuru Akhahu al-Muslim no. 4910

2.      Sunan at-Tirmidzi, Bab Ma Ja’a fi al-Hasad no. 1935

3.      Musnad Ahmad, Bab Musnad Anas bin Malik Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu no. 12073, no. 12691, no. 13053, no. 13179

4.      Shahih Ibnu Hibban, Bab Ma Ja’a fi at-Tabaghudhi wa at-Tahasudi wa at-Tadaburi wa at-Tasyajuri wa at-Tahajuri Baina al-Muslimin, Dzikru az-Zajri ‘an at-Tabaghudhi wa at-Tahasudi wa at-Tadaburi Baina al-Muslimin no. 5660

5.      Al-Mu’jam al-Ausath, Bab al-Mim, Bab Man Ismuhu Mahmud no. 7874

C.    Kandungan Hadits

Ada pendapat yang mengatakan bahwa dengki adalah dimana seseorang mengharapkan hilangnya kenikmatan dari yang berhak menerimanya, baik dengan berusaha menghilangkannya ataupun tidak. Jika mengusahakannya maka berarti telah melampui batas, sedangkan jika tidak berusaha menghilangkannya dan tidak menampakkannya serta tidak menyebabkan terjadinya sebab-sebab kebencian yang mana setiap muslim dilarang bersikap demikian terhadap hak sesama muslim, maka kondisinya tergantung kepada beberapa hal:

Jika yang menghalanginya berusaha menghilangkan nikmat tersebut namun tidak ada kemampuan untuk itu, atau apabila ia mampu melakukannya tentu akan dilakukannya, maka ia termasuk berdosa. Akan tetapi jika yang menghalanginya adalah ketakwaan, maka hal ini dimaafkan, karena seorang manusia tidak dapat menghalau apa yang terbesit di dalam jiwanya. Dalam kondisi semacam ini cukup baginya berusaha menahan diri agar tidak berniat untuk menghilangkan nikmat pada orang lain dan tidak berambisi untuk melakukannya.

Adapun al-Ghibthah adalah berharap mendapatkan kondisi seperti apa yang ada pada orang lain. Fudahil bin Iyadh berkata, “al-Ghibthah adalah (semacam kedengkian) dalam hal keimanan, sedagkan al-Hasad adalah dalam hal kemunafikan. Seorang mukmin hanya bisa ghibthah tapi tidak mendengki, sedangkan seorang munafik sering mendengki dan tidak pernah ghibthah. Seorang mukmin bisa menutupi (aib orang lain) dan memberikan nasihat, sedangkan orang jahat akan menghancurkan, mencela, dan menyebabkan aib.”

Dalam hadits di atas terkandung larangan mendengki dan saling membelakangi. Seorang pendengki adalah yang memusuhi nikmat Allah, marah kepada qadha’ Allah, dan tidak rela dengan ketetapan Allah di antara para hamba-Nya. Seorang pendengki tidak akan tenteram jiwanya kecuali ketika kenikmatan yang didengkinya telah sirna dari saudara yang didengkinya.

Komentar