40 HADITS TENTANG AKHLAK: Hadits ke-12

Hadits ke-12: Malu dan Keutamaannya

A.    Redaksi Hadits

عَن عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ»

وفي رواية مسلم: «الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ» قَالَ: أَوْ قَالَ: «الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ»

Dari ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Rasa malu itu baik semuanya.” Atau beliau berkata, “Rasa malu itu semuanya baik.” (Muttafaq ‘Alaih)

B.     Takhrij Hadits

1.      Shahih Muslim, Bab Syu’abul Iman no. 37

2.      Sunan Abi Dawud, Bab fi al-Haya’ no. 4796

3.      Musnad Ahmad, Hadits ‘Imran bin Hushain no. 19817

4.      Mushannaf Abi Syaibah, Bab Ma Dzukira fi al-Haya’i wa Ma Ja’a fihi no. 25343

C.    Kandungan Hadits

            Imam an-Nawawi berkata, “Para ulama berkata, ‘Hakikat malu adalah sifat yang mendorong untuk meninggalkan keburukan dan mencegah terjadinya pengurangan terhadap hak orang lain.’” Diriwayatkan kepada kami dari Abul Qasim al-Junaid, ia berkata, “Malu adalah meliahat nikmat dan melihat kekurangan yang di antara keduanya terlahir rasa malu.”

            Iyadh berkata, “Diriwayatkan bahwa malu itu semuanya baik, yakni bahwa malu itu hanya akan mendatangkan kebaikan. Ini tidak bisa diberlakukan secara umum, karena terkadang ada orang yang merasa malu dalam menghadapi orang yang melakukan kemunkaran dan menghubungkan dengan meninggalkan sebagian hak. Jawabnya, bahwa yang dimaksud dengan malu dalam hadits-hadits tersebut adalah malu yang syar’i, dan malu yang terlahir karena meninggalkan hak bukan malu yang syar’i, tapi merupakan kelemahan dan menganggap perkaranya tidak penting. Hal ini disebut malu, karena menyamai malu yang syar’i, yaitu sifat yang mendorong untuk meninggalkan keburukan.”

            Malu terbagi menjadi dua macam: Pertama, malunya seorang hamba kepada Allah ketika hendak melakukan suatu keburukan yang terdetik di dalam jiwanya. Kedua, malu terhadap sesama makhluk ketika melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak disukai. Kedua rasa malu ini sama-sama terpuji, hanya saja yang pertama hukumnya wajib sedangkan yang kedua adalah utama. Jadi, malu ketika menghindari sesuatu yang terlarang adalah wajib, dan malu ketika meninggalkan sesuatu yang tidak disukai manusia adalah utama.

            Hendaknya seorang muslim memiliki keutamaan ini, karena itu adalah agama seluruhnya dan itulah percikan keimanan, bajkan termasuk etika dalam Islam, “Bahwa setiap agama memiliki etika, dan etika Islam adalah malu.” Sifat ini merupakan kunci pembuka segala kebaikan, dengan kekuatannya akan datang banyak kebaikan sehingga perbuatan buruk menjadi lemah, yang dengan kelemahannya maka akan berlipatlah kebiakan dan terhindarlah berbagai keburukan, karena malu merupakan pembatas antara seseorang dengan hal-hal yang dilarang.


Komentar