Hadits ke-12: Malu dan Keutamaannya
A. Redaksi Hadits
عَن عِمْرَانَ بْنَ
حُصَيْنٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الحَيَاءُ
لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ»
وفي رواية مسلم: «الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ»
قَالَ: أَوْ قَالَ: «الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ»
Dari ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu
‘Anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” Dalam riwayat Muslim
disebutkan, “Rasa malu itu baik semuanya.” Atau beliau berkata, “Rasa malu itu
semuanya baik.” (Muttafaq ‘Alaih)
B. Takhrij Hadits
1. Shahih Muslim, Bab Syu’abul Iman no. 37
2. Sunan Abi Dawud, Bab fi al-Haya’ no. 4796
3. Musnad Ahmad, Hadits ‘Imran bin Hushain no. 19817
4. Mushannaf Abi Syaibah, Bab Ma Dzukira fi al-Haya’i wa Ma Ja’a fihi no. 25343
C. Kandungan Hadits
Imam
an-Nawawi berkata, “Para ulama berkata, ‘Hakikat malu adalah sifat yang
mendorong untuk meninggalkan keburukan dan mencegah terjadinya pengurangan
terhadap hak orang lain.’” Diriwayatkan kepada kami dari Abul Qasim al-Junaid,
ia berkata, “Malu adalah meliahat nikmat dan melihat kekurangan yang di antara
keduanya terlahir rasa malu.”
Iyadh
berkata, “Diriwayatkan bahwa malu itu semuanya baik, yakni bahwa malu itu hanya
akan mendatangkan kebaikan. Ini tidak bisa diberlakukan secara umum, karena terkadang
ada orang yang merasa malu dalam menghadapi orang yang melakukan kemunkaran dan
menghubungkan dengan meninggalkan sebagian hak. Jawabnya, bahwa yang dimaksud
dengan malu dalam hadits-hadits tersebut adalah malu yang syar’i, dan malu yang
terlahir karena meninggalkan hak bukan malu yang syar’i, tapi merupakan
kelemahan dan menganggap perkaranya tidak penting. Hal ini disebut malu, karena
menyamai malu yang syar’i, yaitu sifat yang mendorong untuk meninggalkan
keburukan.”
Malu
terbagi menjadi dua macam: Pertama, malunya seorang hamba kepada Allah ketika
hendak melakukan suatu keburukan yang terdetik di dalam jiwanya. Kedua, malu
terhadap sesama makhluk ketika melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak
disukai. Kedua rasa malu ini sama-sama terpuji, hanya saja yang pertama
hukumnya wajib sedangkan yang kedua adalah utama. Jadi, malu ketika menghindari
sesuatu yang terlarang adalah wajib, dan malu ketika meninggalkan sesuatu yang
tidak disukai manusia adalah utama.
Hendaknya
seorang muslim memiliki keutamaan ini, karena itu adalah agama seluruhnya dan
itulah percikan keimanan, bajkan termasuk etika dalam Islam, “Bahwa setiap
agama memiliki etika, dan etika Islam adalah malu.” Sifat ini merupakan
kunci pembuka segala kebaikan, dengan kekuatannya akan datang banyak kebaikan
sehingga perbuatan buruk menjadi lemah, yang dengan kelemahannya maka akan
berlipatlah kebiakan dan terhindarlah berbagai keburukan, karena malu merupakan
pembatas antara seseorang dengan hal-hal yang dilarang.
Komentar
Posting Komentar