Hadits ke-22: Amar Ma’ruf Nahyi Munkar
A. Redaksi Hadits
عَن أَبي سَعِيدٍ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ»
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Aku mendengar
Rasuluilah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian metihat kemungkaran, maka hendaklah
ia merubahnya dengan tangannya. Jika lidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu juga maka dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
B. Takhrij Hadits
1. Sunan Ibnu Majah, Bab Ma Ja’a fi Shalati al-‘Idayni no. 1275, Bab al-Amri bil Ma’ruf wa
an-Nahyi ‘an al-Munkar no. 4013
2. Sunan Abi Dawud, Bab al-Khutbah Yaum al-‘Id no. 1140, Bab al-Amri wa an-Nahyi no.
4340
3. Sunan at-Tirmidzi, Bab Ma Ja’a fi Taghyir al-Munkar bi al-Yad aw bi
al-Lisan aw bi al-Qalbi no. 2172
4. Sunan an-Nasa’i, Tafadhul Ahli al-Iman no. 5008 dan no. 5009
5. Musnad Ahmad, Musnad Abi Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu no. 11150, no. 11460, no. 11492
C. Kandungan Hadits
Ucapan Nabi, “Maka hendaklah ia merubahnya”
adalah perintah yang bersifat wajiib menurut kesepakatan umat. Ini juga
termasuk nasihat yang merupakan pondasi agama “Agama adalah nasihat”. Amar ma’ruf
dan nahyi munkar hukumnya fardhu kifayah. Jika ada sebagian kaum
muslimin yang melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban ini dari yang lainnya. Namun
jika semuanya meninggalkan (tanpa udzur dan tanpa adanya ketakutan),
maka berdosalah setiap orang yang mempunyai kemungkinan untuk melakukannya.
Amar ma’ruf nahyi munkar tidak hanya kewajiban para penguasa, tapi
bisa juga kewajiban pribadi-pribadi kaum muslimin. Kemudian dari itu, hendaknya
orang yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahyi munkar adalah orang
yang mengerti tentang apa yang diperintahkan, dan dicegah sesuai dengan situasi
dan kondisinya. Jika mengenai kewajiban yang sudah jelas atau tentang larangan
yang sudah dikenal (sperti perintah shalat atau larangan berzina dan sejenisnya),
maka setiap muslim mengetahuinya.
Adapun mengenai detailnya (baik berupa ucapan,
perbuatan, maupun hal-hal yang merupakan perkara ijtihad), maka orang awam
tidak termasuk kategori ini. Mereka boleh tidak mengindahkannya, karena ini
merupakan tugas para ulama, mereka yang dapat mengingkari apa yang disepakati. Tentang
hal-hal yang mengandung khilaf (perbedaan pendapat), maka tidak boleh
diingkari. Dalam hal seperti ini jika dinasihatkan untuk keluar dari khilaf
tentu lebih baik, dan tentu saja harus dilakukan dengan halus. Kemudian dari
itu, bagi yang menjalankan amar ma’ruf nahyi munkar hendaknya bersikap
lembut agar bisa diterima. Akan lebih baik jika dilakukan oleh orang yang
pandai memperbaiki kondisi dan memiliki keutamaan.
Tentang sifat dan tingkatan mencegah
kemunkaran, Nabi menjelaskan dalam hadits di atas “Maka hendaklahh ia
merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak
mampu juga maka dengan hatinya”. Ucapan beliau “Maka dengan hatinya”
artinya adalah membenci dengan hatinya, buka menghilangkan dan merubah
kemunkaran dengan hati, karena itulah itulah yang mampu dilakukan dengan hati. Kemudian
ucapan beliau “Dan itulah selemah-lemahnya iman” artinya hasil paling
sedikit.
Orang yang melakukan amar ma’ruf nahyi munkar, jika diperkirakan merubah dengan tangan akan menimbulkan kemunkaran yang lebih besar, maka hendaklah ia menahan tangannya, dan cukuplah dengan lisan, nasihat, dan menggugah rasa takut. Jika ucapannya dikhawatirkan akan menimbulkan kemunkaran juga atau yang lebih parah, maka cukup membencinya dengan hati. Inilah yang bisa dilakukan.
Komentar
Posting Komentar