Hadits ke-36: Taubat
A. Redaksi Hadits
عن أَنَسُ بْنُ
مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ
أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ
وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ
فِي ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ
بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ
الْفَرَحِ: اللهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ
الْفَرَحِ "
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu
‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya ketika
bertaubat kepada-Nya daripada (gembiranya) seseorang di antara kalian yang
mengendarai tunggangannya di dataran yang lapang, lalu ia kehilangan
tunggangannya itu. Sementara makanan dan minumannya bersama tunggangannya itu
sehingga ia berputus asa. Lalu ia
menghampiri sebuah pohon kemudian berteduh dengan bayangannya sementara
ia putus asa terhadap tunggangannya. Ketika dalam keadaan
seperti itu. tiba-tiba binatang tunggangannya itu berdiri di sisinya, lalu
serta merta ia meraih tali kendalinya. Karena sangat gembiranya ia berkata,
'Ya Allah, Engkau hambaku dan aku Rabbmu.' la salah
(berkata) karena sangat gembira.” (Muttafaq ‘Alaih)
B. Takhrij Hadits
1. Shahih al-Bukhari, Bab at-Taubah no. 6309
2. Shahih Muslim, Bab Fi al-Haddhi ‘ala at-Taubah wa al-Farahi Biha no. 2747
3. Musnad Ahmad ath-Thayalisi, Bab Musnad Anas bin Malik Radhiyallahu Ta’ala
‘Anhu no. 13227
4. Shahih Ibnu Hibban, Bab Dzikru al-Ikhbar ‘Amma Yustahabbu li al-Mar’i min
Luzum at-Taubah fi Auqatihi wa Asbabihi no. 617
5. Al-Mu’jam al-Ausath, Bab Man Ismuhu Mu’adz no. 8500
6. Musnad Abi Ya’la, Bab Qatadah ‘an Anas no. 2860
C. Kandungan Hadits
Dalam hadits di atas terkandung anjuran untuk
bertaubat. Disebutkan bahwa Allah gembira dan ridha dengan taubat hamba-Nya,
sehingga kita dapatkan Rasulullah menganjurkan kita untuk melaksanakannya.
Adakalanya memohon ampunan (istighfar)
disebutkan tersendiri dan adakalanya disertai dengan sebutan taubat. Jika disebutkan
tersendiri berarti mencakup taubat dan istighfar, karena taubat mencakup
istighfar dan istighfar mencakup taubat, masing-masing termasuk satu
kategori. Istighfar mencakup taubat dan memohon ampunan dari Allah,
karena hal itu dapat menghapus dosa dan menghilangkan bekasnya, serta
memelihara dari keburukannya, dan ini yang dapat mencegah dari azab. Allah tidak
akan mengazab orang yang memohon ampunan, adapun orang yang terus menerus
melakukan dosa dan memohon ampunan Allah, ini bukan istighfar. Jadi taubat
dan istighfar saling mencakup.
Ketika kedua kalimat ini disebutkan bersamaan,
maka yang dimaksud dengan istighfar
adalah memelihara dari keburukan yang telah lalu, sedangkan taubat adalah
kembali dan memohon perlindungan dari keburukan yang dikhawatirkan terjadi
kemudian akibat keburukan perbuatan. Para ulama berkata, “Taubat itu wajib
dilakukan terhadap setiap dosa. Jika dosa itu terjadi antara hamba dengan Allah
yang tidak ada kaitannya dengan hak sesama manusia, maka harus memenuhi tiga
syarat: Pertama, berlepas diri dari kemaksiatan tersebut, kedua,
menyesali apa yang telah dilakukannya, ketiga, bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi.”
Di antara buah dari taubat: Bahwa Allah
gembira dengan taubat hamba-Nya, taubat dapat menghapus kesalahan-kesalahan
sehingga seorang yang bertaubat seolah-olah tidak memiliki dosa, taubat adalah
sebab keberuntungan, taubat menjadi penyebab Allah membanyakkan berkah di langit
dan di bumi serta memperbanyak harta dan keturunan, taubat dapat mencegah azab.
Telah dinyatakan oleh dalil-dalil dari al-Kitab, as-Sunnah dan ijma’ umat tentang wajibnya bertaubat. Taubat termasuk unsur terpenting dasar Islam, karena merupakan pondasi pertama para penempuh jalan menuju akhirat. Taubat tidak boleh ditunda-tunda, karena jika ditangguhkan maka penangguhan ini merupakan dosa pula.
Komentar
Posting Komentar